Notification

×

Iklan

Iklan

Mengatasi Distorsi Pendidikan dengan Sistem Pendidikan Reflektif: Menuju progresivisme Dinamika Pendidikan di Nusa Tenggara Timur

Minggu, 18 Juni 2023 | Juni 18, 2023 WIB Last Updated 2023-06-18T03:55:54Z
Foto : Agustinus Firginus Kea
Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira


Mengatasi Distorsi Pendidikan dengan Sistem Pendidikan Reflektif: Menuju progresivisme Dinamika Pendidikan di Nusa Tenggara Timur

Oleh: Agustinus Firginus Kea (Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira)

 

Dinamika Pendidikan menjadi suatu fenomena dalam perubahan untuk mencapai tujuan pembentukan kepribadian manusia. Masalah dalam dinamika pendidikan menjadi bagian integral yang sejatinya mempengaruhi aspek kehidupan dan perkembangan manusia dalam kaitannya dengan dekonstruksi kepribadian dan moralitas manusia khusunya kaum muda. Sejatinya manusia mengalami perubahan, ketika manusia mengenal pendidikan. Pendidikan hadir sebagai pusat perubahan yang mempengaruhi kebiasaan dan perilaku manusia. Hakikat kulturisasi yang sudah lama ada dalam kehidupan masyarakat seringkali menjadi penghambat perkembangan pendidikan. Fenomena dan dinamika pendidikan di Nusa Tenggara Timur menjadi persoalan dasar yang tentunya menarik banyak perhatian dari pihak pemerintah maupun dari pihak pemerhati pendidikan lainnya. Persoalan ini pula dilatarbelakangi oleh kebudayaan dan kulturalisme yang masih sangat kental di Nusa Tenggara Timur. Latar belakang persoalan berada pada aspek yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Perubahan ranah pendidikan menuju arah yang lebih baik, seringkali dikaburkan oleh kebudayaan yang masih sangat primordialisme dan status kehidupan ekonomi masyarakat yang masih sangat rendah atau dalam tahap kesenjangan.



Menjadi suatu persoalan yang sangat kompleks yang terjadi di Nusa Tenggara Timur yakni torehan pendidikan yang masih sangat rendah dan juga memberikan pengaruh pada aspek kepribadian anak bangsa serta dinamika kehidupan ekonomi masyarakat. Pemahaman akan pentingnya pendidikan masih sangat dibutuhkan untuk memberikan warna dan dinamika perubahan yang baik pada aspek pendidikan di Nusa Tenggara Timur. Dalam rentang waktu yang begitu lama, pendidikan di Nusa Tenggara Timur sudah ada sejak masa penjajahan bangsa-bangasa Eropa di wilayah Indonesia. 



Dalam perkembangannya tentunya banyak penambahan Lembaga Pendidikan yang didirikan oleh Gereja Katolik dan juga Agama lainnya. Terlepas dari itu pula, pemerintah juga memberikan kontribusi aktif dalam dunia pendidikan dengan membangun banyak sekolah negeri dan membantu pembiayaan sarana dan prasarana bagi sekolah swasta. Dalam perkembangannya dengan kapasitas pendidikan yang terus berubah, memberikan dinamika baru bagi perkembangan Pendidikan di Nusa Tenggara Timur. 



Sistem Pendidikan Reflektif Perspektif Radhakrishnan

Radhakrishnan dikenang sebagai akademisi terkenal India pada bidang agama dan filsafat komparatif serta orang yang memperkenalkan filsafat India ke Barat, sehingga dapat menjembatani kesenjangan antara kedua budaya. Dr. Radhakrishnan adalah salah satu Filsuf India yang berbicara tentang pendidikan. Pandangan Radhakrishnan tentang pendidikan cukup reflektif dan berawal dari kegelisahaan melihat krisis karakter, takhayul dan pelanggaran kewajiban yang terjadi di India. Radhakrishnan sangat yakin bahwa bangsa tidak bisa maju, meningkatkan standar generasi muda dan masyarakat, sebelum adanya pendidikan yang tertanam kuat. Radhakrishnan menganggap pendidikan sebagai faktor sosial terpenting. Dia mengecam keras apa yang kini terjadi pada pendidikan, hal berbahaya seperti “pembelajaran yang dangkal”. Dia menekankan perlunya perubahan baru dalam pendidikan. Radhakrishnan juga menganggap pendidikan sebagai faktor sosial terpenting. Pendidikan harus diberikan kepada semua orang oleh Negara, karena ia merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama. Jika para warga memiliki pendidikan yang baik, mereka akan dapat melihat celah-celah sempit yang bisa menimbulkan malapetaka, dan menghadapi keadaan darurat. Radhakrishnan sangat menekankan pendidikan sebagai faktor sosial yang membentuk masyarakat secara selaras dan menjadikan masyarakat beradab. 



Dinamika dan Distorsi Pendidikan di Nusa Tenggara Timur


Masalah Pemerataan Pendidikan

 Masalah pemerataan pendidikan adalah soal mengenai sistem pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang luas bagi seluruh warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Masalah ini muncul bila masih ada warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung dalam lembaga pendidikan, karena kurangnya fasilitas pendidikan. Hal ini pula berkaitan dengan Hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak. (Umar Tirtarahardja, dkk, 2005:231). Ketika terjadi degradasi pada aspek pendidikan, tentunya akan menjadi pengaruh utama bagi aspek kepribadian dan menjadi penghambat dalam perkembangan aspek hidup lainnya. Suatu peristiwa degradasi, dimana terjadi perbedaan kemajuan pendidikan yang berada di kota dan dinamika pendidikan yang berada di pedesaan. 


Masalah Mutu pendidikan

 Mutu pendidikan dipermasalahkan, jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem ijazah atau sertifikasi.Selanjutnya bila lulusan itu terjun ke dunia kerja, maka lembaga pemakai sebagai konsumen akan menggunakan sistem tes unjuk kerja. Kemudian selanjutnya dilakukan pelatihan bagi calon untuk penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan tuntutan kerja di lapangan. Mutu pendidikan yang rendah akan mempengaruhi perkembangan pendidikan itu sendiri. Hasil yang diperoleh melalui proses Pendidikan yang dilalui kurang memuaskan, juga akan mempengaruhi layak dan tidaknya seorang memasuki dunai kerja. Ketika seorang lulusan atau pun wisudawan tidak memiliki kemampuan yang bagus dan mempunyai integritas dalam bidangnya, menjadi suatu kesulitan ketika memulai dinamika baru dalam dunia kerja.


Masalah Efisiensi Pendidikan

Menurut Umar Tirtarahardja, masalah efisiensi pendidikan menyangkut bagaimana suatu sistem pendidikan menggunakan sumber daya yang ada, untuk mencapai hasil pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran, maka dikatakan efisiensi tinggi. Jika sebaliknya yang terjadi maka efisiensinya rendah. Dua masalah efisiensi yang penting adalah bagaimana tenaga pendidik serta sarana dan prasarana pendidikan difungsikan. Masalah pertama menyangkut pengangkatan, penempatan dan pengembangan tenaga yang kurang matang dan tak efisien. Integritas tenaga kerja dan asal pendidikan menjadi standar untuk memulai dunia kerja. 


Substansia Pendidikan menurut Undang-Undang 1945

Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi tentang kebudayaan. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain.


Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional

Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan, hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa pengantar, penilaian, peran serta masyarakat, badan pertimbangan pendidikan nasional, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.


Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.


Substansia pendidikan dalam pandangan Gereja Katolik:

Dekrit Gravissimum Educationis

Hak Semua Orang atas Pendidikan (Art 1)

Semua orang dari suku, kondisi, atau usia mana pun, berdasarkan martabat mereka selaku pribadi, mempunyai hak yang tak dapat diganggu gugat atas Pendidikan, yang cocok dengan tujuan maupun sifat- perangai mereka, mengindahkan perbedaan jenis serasi dengan tradisi-tradisi kebudayaan serta para leluhur, sekaligus juga terbuka bagi persekutuan persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain, untuk menumbuhkan kesatuan dan damai yang sejati di dunia. Tujuan Pendidikan dalam arti sesungguhnya ialah mencapai pembinaan pribadi manusia dalam perspektif tujuan terakhirnya demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat, dan bila sudah dewasa ikut berperan menunaikan tugas kewajibannya.


Mereka yang Bertanggung Jawab atas Pendidikan (Art 3) 

Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka. Maka, orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Tugas menyelenggarakan Pendidikan yang pertama-tama menjadi tanggunjawa keluarga, memerlukan bantuan seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, disamping hak-hak orang tua serta mereka, yang oleh orang tua diserahi peran serta tugas dalam mendidik, masyarakat pun mempunyai kewajiban-kewajiban dan hak-hak tertentu, sejauh merupakan tugas wewenangnya untuk mengatur segala sesuatu yang diperlukan bagi kesejahteraan umum di dunia ini. Secara istimewa Pendidikan termasuk tugas Gereja, bukan hanya karena masyarakat pin harus diakui kemampuannya menyelenggarakan Pendidikan, melainkan terutama gereja bertugas mewartakan jalan keselamatan kepada semua orang, menyalurkan kehidupan Kristus kepada umat beriman, serta tiada hentinya penuh perhatian membantu mereka supaya mampu meraih kepenuhan kehidupan itu. 


Pendidikan reflektif sangat penting untuk memperbaiki Sistem Pendidikan di Nusa Tenggara Timur

Suatu pembenaran akan pemaknaan terhadap pendidikan menjadi jalan transformasi menuju perubahan pendidikan di Nusa Tenggara Timur. Usaha dan perjuangan untuk mencapai perubahan menjadi kunci untuk menginterupsi kekalutan pendidikan yang menjadi sebuah realita di Nusa Tenggara Timur. Kejernihan dalam berpikir akan memurnikan kehendak secara personal sebagai usaha rekonstruksi makna dan dinamika pendidikan yang memprihatinkan. Pendasaran akan pemahaman terhadap istilah evedensi, mempunyai keterkaitan dengan dengan penglihatan menuju suatu perubahan. Realita dan dinamika yang ada sebagai salah satu sumber untuk menjelaskan keharusan evidensi tentang pendidikan yang stagnan yang terjadi di Nusa Tenggara Timur.


Suatu kebenaran bahwa, pendidikan yang terjadi di Nusa Tenggara Timur masih begitu stagnan dalam keterkaitannya dengan kekalutan yang dipengaruhi oleh aspek radikalitas budaya dan kesenjangan ekonomi. Pengalaman evidensi bagi manusia untuk melihat dan mengerti apa yang harus dilakukan terhadap pendidikan di Nusa Tenggara Timur. Kejernihan berpikir berdasarkan pengalaman akan dinamika yang ada menghantar kepada satu tahap berikutnya adalah rekonstruksi akan pemaknaan pendidikan di Nusa Tenggara Timur. Langkah haruslah dimulai dengan proses konsientisasi untuk mendukung tahap perubahan akan nilai dan dinamika pendidikan. Pada tahap inilah memungkin aka nadanya perubahan yang menjadi dasar dekonstruksi dinamika dan realita pendidikan di Nusa Tenggara Timur.


Sumber Rujukan

KONSILI VATIKAN II, dalam Pernyataan Gravissimum Educationis dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI-Obor, 1993)

Konferensi Waligereja Indonesia, Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), (Bogor: Grafika Mardi Yuana, 2016)

Konferensi Waligereja Indonesia. Katekismus Gereja Katolik, (Yogyakarta: Kanisius 2009)

Undang-Undang Republik Indonesia 1945, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta, 2004)

Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia, 2014)

Marsudi Samino, Layanan Bimbingan Belajar, (Surakarta: Fairuz Media, 2015)

Tirtarahardja Umar, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)